sang pengagum......

Hujan deras begini, bahkan sampai berhenti, aku masih saja teringat akan dirinya. Bukan hanya itu, dari mentari menyapa hingga permisi di sore hari, berganti malam dengan bintang menemani, dia masih saja tak lepas dari pikiran ini. Aku masih saja mengingatnya. Senyumannya, hitam rambutnya, gaya jalannya, hal terindah yang pernah kuingat, dan setiap kali aku memikirkannya, tak terasa bibirku melengkungkan sebuah senyuman. Aku semakin meyakini Sang Pencipta berkarya begitu indah, dengan melihat dirinya. Aku semakin yakin malaikat itu ada, karena aku bisa membayangkannya melalui dia. Ah, biarlah aku bermanja dengan lamunan.

Aku melihatnya pertama kali tanpa sengaja (meskipun aku yakin bahwa itu Tuhan sengaja) sewaktu berjalan kaki sendirian. Mata ini tak berhenti menatap sang gadis yang berjalan di depanku. Sesekali aku mendengar bisikan senandung lagu dari gumamnya. Dia begitu indah. Tapi aku tak mau dia sadar bahwa aku sedang mengaguminya. Berawal dari situ, tahulah aku, bahwa hati ini telah tercuri.
Aku hanya ingin mempertahankan keceriaan yang ada di wajahnya. Aku ingin membuat kejutan-kejutan kecil untuknya. Walaupun seringkali malah aku yang terkejut karena responnya. Terkadang biasa saja, terkadang gembira. Itu sudah cukup membuat hariku berwarna. Dan untuk besok, aku harus berpikir lebih keras lagi, bagaimana membuatnya menikmati hari lepas hari. Aku yang setia menulis memo-memo kecil untuknya, aku yang setia menemaninya berjalan meski tak di sampingnya.Tak perlu dia tahu berapa sering aku menyebut namanya dalam doaku, tak perlu dia tahu berapa kali aku pernah menangis untuknya. Kalau aku rindu, aku meneleponnya dengan private number, dan setelah terdengar suara lembutnya, aku tak berani lagi melanjutkan. Itu sudah cukup membuatku tenang. Pernah aku sms dengan nomor dan gaya yang berbeda, tapi sayang, responnya tak seperti yang ku duga. Tapi tidak apa. Aku senang dengan cukup meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja. Mungkin bagianku adalah dari jauh melihatnya bahagia. Dan bahagianya adalah bahagiaku. Bagiku itulah cinta. Sangat sederhana. Dan aku mengalaminya. Bukan: aku cinta dia karena menarik, tetapi: dia menarik, karena aku cinta.

Aku tak mau disebut sebagai temannya. Karena memang bukan demikian. Aku cuma ingin jadi bagian kecil dalam keceriaannya. Aku tak ingin mengganggunya, karena aku takut, mungkin saja hal terindah seperti ini tak kan ku dapatkan lagi. Biarlah ini menjadi rahasiaku, demi cinta. Sekalipun sampai akhir nanti, rasa ini tak mampu ku ungkapkan, aku sudah siap untuk itu. Mungkin kata orang aku lemah, pengecut, bertepuk sebelah tangan? Tapi sepertinya tidak juga. Justru aku semakin belajar cinta Sang Khalik, yang tetap mengasihi walau tak berbalas. Dan bukankah itu cinta yang sesungguhnya? Karena cinta bukan soal dibalas, tetapi aku hanya ingin dia merasakan, bahwa ada satu insan yang mencintainya... Dia bisa merasakan aliran cinta itu. Itu saja. Aku bahkan tak berharap besar bahwa suatu saat dia akan mencintaiku. Maafkan aku kalau keliru. Karena akupun sadar, manusia sepertiku tak layak untuk dicintai makhluk seindah dirinya. Biarlah aku menjadi pengagum rahasianya, dan ambil bagian dalam keajaiban-keajaiban kecil hidupnya. Andai saja Tuhan menganugerahkan keberanian dan kesempatan untuk bersapa langsung padanya, izinkanlah aku bertanya 2 hal, pertama: “Kalau aku bisa mengabulkan sesuatu padamu, apa permintaanmu?”; dan yang kedua: “Bolehkah aku mengusap air matamu?”.

0 Response to " "

Posting Komentar

Powered by Blogger